Kamis, 04 Agustus 2011

Jadi Produsen atau Pedagang ??

Jumpa lagi bersama kak deru ! ngomongin bisnis lagi gpp kan? Ga bosen dong? Hehe… Sedikit curcol sih. Begini, saat ini saya mengelola sebuah workshop (bengkel) perhiasan emas di Jakarta dan dua toko di cirebon, yakni satu toko emas dan satu lagi toko perak. Bengkel saya memproduksi perhiasan emas dengan kadar 80 persen, dengan target pasar toko-toko emas di mall-mall wilayah Jakarta serta customer kalangan tertentu dengan model dari mereka sendiri. Sedangkan toko emas yang di Cirebon menjual perhiasan dengan kadar lebih rendah, yakni mulai dari 30 persen, dikarenakan target pasar orang-orang di daerah / kabupaten. Oiya, untuk toko emas di Cirebon ini saya mendapat pasokan barang dari supplier orang lain (beli putus).
Dua bulan ini, omset bengkel perhiasan mengalami penurunan, dikarenakan harga berlian yang mengalami kenaikan hampir dua kali lipat.  Dengan model cincin dan kalung yang bertabur berlian (mikro setting), minimal 10 berlian, apabila kenaikan berlian sekitar 1 juta rupiah, berarti satu cincin / kalung , harganya naik 10 juta rupiah. Untuk kalangan menengah ke bawah jelas harga semakin tak terjangkau. Untuk kalangan menengah ke atas sendiri pun, tidak semua penggemar perhiasan menyukai berlian. Sehingga orderan pun menurun dan karyawan sering menganggur.
Sempat ada pemikiran, selama harga berlian belum stabil, saya supply sendiri stok perhiasan toko emas, bukan dari orang lain lagi . Hmm.. tp ternyata malah nambah kerjaan jadinya. Maksudnya?
Apabila saya beli dari orang lain, saya hanya tinggal men-charge  harga sekitar 5 persen dari harga beli. Tapi apabila saya memproduksi  sendiri, saya perlu setidaknya dua mesin baru yang harganya yaa lumayanlah..hehe. Ditambah saya harus mengawasi setiap alur kerja. Yaah namanya juga emas, meleng dikit bisa dikadalin sama karyawan. Pun barang yang selesai difinishing, pasti ada yang reject, entah kurang halus permukaan atau masih ada baretan. Karena direparasi (diperbaiki) ulang otomatis susut emas semakin bertambah, dan biaya produksi pun meningkat.
Sudah selesai? Oo..belum. Saya masih harus mengetes sisa serbuk emas yang disetorkan karyawan, apakah sesuai standar perusahaan atau tidak. Untuk mengetes, serbuk emas harus dilebur terlebih dahulu,  pada proses ini ada emas yang menguap. Setelah dilebur, saya harus murnikan lagi dengan cairan kimia tertentu agar kembali menjadi emas 24 karat, lagi-lagi pada proses ini ada emas yang menguap. Rempong ya boo..hehe.
Pertanyaannya adalah, bisakah saya menekan ongkos produksi maksimal 5 % saja? Saya ragu karena saat ini saya lebih banyak tinggal di Cirebon. Ada sih om sebagai pengawas operasional sehari-hari. Tapi tetep aja, karena bukan pemilik, yang penting terima gaji, persetan dengan kenaikan ongkos produksi.
Hayoo.. pilih mana ? beli-putus dari orang lain tinggal charge, pasti untung 5 %, dan tidak perlu repot mengawasi  alur kerja, tapi karyawan nganggur, apa produksi sendiri tapi mesti repot mengawasi  karyawan dan untung belum tentu 5 % ? hmm… dilematis. Bagaimana kalau pendapat teman-teman? kalau ada yang mau ikut komentar, monggo lho, sekalian kita sharing pendapat... :)